Putting God First In Your Life
Ketika Tuhan Menjadi Satu Satu-nya Di Dalam Hidup Kita, Tuhan Akan Menjadikan Kita Sebagai Orang Satu Satu-nya yang Dia Pandang Berharga.
Pernah kah terlintas dibenakmu tentang hidup ini untuk siapa, untuk apa dan bagaimana? Tak bisa disangkal bahwa beberapa kali atau bahkan sering, setiap orang merasa hampa meskipun sedang dalam keadaan baik baik. Atau jangan jangan sering tanpa disadari kita merasa bahwa Tuhan seperti tak ada apalagi disaat dalam keadaan terpuruk..
Aku
sering merasa hampa padahal hidup sedang berjalan baik, tenang dan memiliki segala
apa yang ku butuhkan. Aku berusaha mengkoreksi dan merenung apa yang salah
dengan diriku, hingga di beberapa waktu Tuhan menyadariku melalui satu kejadian
bahwa yang sebenarnya aku butuhkan adalah Tuhan baik itu dalam keadaan suka
maupun duka. Karena sesungguhnya manusia memiliki satu rongga hati khusus atau
ruang jiwa yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Maka tak heran, ketika kita merasa
hampa dan kita berlari kepada hal – hal lain yang dianggap dapat memuaskan jiwa
tetapi tetap nihil atau hanya terasa sementara.
Di
dalam Kekristenan khususnya Alkitab, dapat ditemukan satu kisah yang membuatku
tersentuh dan tersadarkan yaitu kisah Abraham. Sebagaimana yang diketahui bahwa
Abraham dapat dikatakan sebagai orang yang sangat taat kepada Tuhan, karena ia
memandang Tuhan satu satunya dalam hidup. Tuhan memerintahkan banyak hal yang
harus Abraham lakukan, dimulai dari meninggalkan Urkasdim tanah kelahirannya menuju
ke Tanah yang Tuhan janjikan, hingga kepada peristiwa dimana anaknya yang
bernama Ishak dikorbankan sebagai korban bakaran.
Harus ku
akui banyak hal dalam kisah Abraham yang tidak masuk akal menurut pola pikir manusia,
bahkan Abraham pun sempat meragukan Tuhan yang dijanjikan akan memiliki banyak
keturunan yang jumlahnya seperti bintang dilangit. Namun ketika Tuhan memerintah
Abraham untuk mengobarkan dan menyembelih anak-nya sendiri, nampak bahwa
Abraham tak ada keraguan dan memiliki hati yang kuat kepada Tuhan.
Menarik
dan ironis-nya, Abraham pada waktu itu adalah manusia sama seperti kita. Mungkin
bisa saja dalam keaadan dan kodratnya sebagai manusia yang memiliki kehendak
bebas (free will) ia menolak, membangkang dan bahkan tidak percaya dengan
Tuhan, tetapi Abraham tidak memilih itu. Bayangkan jika kita saat ini ada di
posisi Abraham, Tuhan memanggil kita untuk mengorbankan anak kita sendiri, apakah
kita mampu?
Melalui
sikap hati Abraham yang benar di hadapan Tuhan, maka Tuhan mempercayakan dan
menjadikan Abraham disebut sebagai “bapa segala bangsa” yang memiliki banyak
keturunan seperti yang Tuhan janjikan. Secara tidak langsung Tuhan memandang
Abraham adalah orang yang Dia pandang berharga, bahkan anak-nya yang
dikorbankannya pun tetap ada.
Berkaca
dari kisah Abraham, seharusnya yang manusia genggam satu satu-nya dalam hidup
ini adalah Tuhan. Di jaman sekarang ini sering aku mendengar istilah yang diucapkan
banyak orang yaitu “Kita kan manusia, bukan nabi”. Kita memang manusia biasa
yang penuh cela dan kekurangan, kita memang memiliki kehendak bebas, tetapi
bukan berarti kita tidak bisa memiliki sikap hati yang benar di hadapan Tuhan. Setiap
kali Tuhan menjadi yang paling terutama di dalam hidup kita maka Tuhan akan
menjadikan kita juga sebagai orang yang Dia pandang berharga, bahkan tanpa kita
meminta sesuatu tentang apa yang kita butuhkan pun, Tuhan akan selalu
mencukupkan. Kita berada di tepi jurang sekalipun, Tuhan pasti akan tarik kita
kembali agar tidak masuk jurang. Orang orang yang kita kasihi pun akan Tuhan
jaga dan lindungi. Jadi sebenarnya kita tidak perlu mengemis segala sesuatunya
kepada Tuhan, Tuhan hanya ingin melihat sikap hati kita kepada Dia.
Ketika
kita menjadikan Tuhan satu satunya di dalam hidup, bukan berarti kita
menyampingkan segala aktivitas, tanggung jawab dan melupakan orang orang yang
kita kasihi. Kita sebagai manusia yang diciptakan unik dan dikaruniai talenta, tentu
harus mampu memaksimalkan potensi untuk menjadi berkat dan tidak menjadi beban
bagi orang lain. Tetapi apapun yang kita kerjakan dan lakukan, apapun yang kita
kasihi, lakukanlah semuanya seperti untuk Tuhan, karena Tuhan menjadi yang
terutama didalam hidup. Dan ketika kita memiliki sikap hati yang seperti ini,
kita tidak akan lagi membandingkan jalan hidup kita dengan jalan hidup orang
lain, dan tidak akan lagi merasa terikat dengan hal apapun meskipun kita
memiliki banyak hal, kita akan memiliki jiwa yang bebas atau paling tidak rasa
syukur dan sukacita akan selalu kita rasakan dalam segala situasi kehidupan.
Orang yang benar benar menjadikan Tuhan satu satunya dalam hidup sudah pasti memiliki
ketaatan yang benar kepada Tuhan, tetapi orang yang taat kepada Tuhan belum
tentu menjadikan Tuhan satu satunya dalam hidup. Kenapa bisa begitu? Karena banyak
orang atau bahkan dulu sering aku alami sendiri bahwa kita taat kepada Tuhan
ketika ada perlu, atau dalam arti lain kita taat karena mengharapkan suatu
imbalan dari Tuhan. Pada sikap hati yang seperti ini, biasanya seseorang akan
mengalami kekecewaan terhadap Tuhan-nya ketika berkali kali Tuhan dianggap seperti
tak menolong dikala ia susah, karena hubungan yang ia miliki antara dirinya
dengan Tuhan adalah hubungan transaksional bukan dengan ketulusan. Akhirnya apa
yang terjadi dengan orang seperti ini? Yang terjadi ada dua kemungkinan yaitu
orang tersebut ke-lain hati alias pindah agama atau ia tidak lagi mempercayai Tuhan
semasa hidupnya, sungguh ironis bukan?
Aku
tahu ini bukan lah sesuatu yang mudah, bahkan aku pun jatuh bangun untuk
memiliki sikap hati yang benar kepada Tuhan, apalagi Tuhan tak terlihat. Dulu sebelum
aku mengetahui ini, sering mengalami kekecewaan kepada Tuhan ketika seaakan
akan Dia diam disaat aku terpuruk, dan ternyata di dalam keadaan inilah Tuhan
mengajarkanku untuk sadar bahwa adanya beberapa alasan mengapa Tuhan seperti
tak tolong, ada dua kemungkinan yaitu memang belum waktunya untuk ditolong atau
Tuhan hanya mau melihat hati kesetiaan dan ketaatan-ku kepada-Nya. Jikalau
memang ternyata aku berada di poin kedua, maka artinya diriku lah yang harus
koreksi diri tentang hubunganku dengan Tuhan. Dan satu tanda ketika kita
berhasil di poin kedua adalah kita tidak lagi mengharapkan pertolongan Tuhan atas
apa yang kita alami, bahkan tidak lagi bertanya tanya bagaimana, kenapa, dll karena kita sudah berani mengatakan “Tuhan cukup bagiku”, dan disaat itulah kita
memandang Tuhan sebagai satu satunya yang terpenting dalam hidup.
Pandangilah Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup karena Dia memang layak untuk dijadikan
satu satunya bukan sebagai pilihan apalagi cadangan.

Komentar
Posting Komentar